Kamis, 28 Desember 2017

Demi Toga

Google.com 


Matahari menyapa pagiku dengan indah, ku buka jendela kamarku, sesekali kuhirup udara segar dari bibir jendela yang terbuat dari kayu, rumah model zaman dulu peninggalan kakek nenek yang telah di renovasi.

“Wid, apakah kamu sudah yakin dengan keputusanmu itu nak,” tiba-tiba perempuan separuh baya memakai daster batik membangunkan lamunanku sebentar tadi, dan beliau melangkah memasuki kamarku.

“Iya bu saya yakin dengan keputusanku untuk bekerja di Malaysia sambil kuliah disana,” ujar Wiwid dengan penuh gairah.

Wiwid adalah anak satu-satunya, ayahnya yang hanya bekerja sebagai guru honorer sedangkan ibunya berjualan sarapan di depan rumahnya, jelas orang tuanya tidak memberi izin atas keputusannya yang ekstrim bagi mereka.

Dari kecil sampai umur 18 tahun, Wiwid tidak pernah terpisah oleh orang tuanya, padahal dia adalah gadis yang manja, tapi karena perekonomian dan cita-citanya mendorong untuk berusaha keras sebisa mungkin.

Selain orang tua maju mundur untuk memberikan izin, bibinya pun ikut khawatir karena masih mengira Wiwid adalah gadis kecil dan polos, serta takut dengan pergaulan bebas diluar sana, tapi Wiwid tetap kukuh dengan pendiriannya, walaupun banyak yang bilang bla… bla…. bla, tentang kehidupan diluar sana.

Setelah menghadapi proses untuk keluar negri, akhirnya visa turun dan saatnya Wiwid berpisah dengan orang tua serta saudara-saudaranya, Wiwid berusaha menguatkan mereka agar tetap yakin dan percaya dengannya ketika jauh diluar sana.

“Wid, kalau sudah sampai di sana jangan lupa sering-sering nelfon ibu bapakmu ya nak, ibu akan mendoakan yang terbaik untukmu, jaga dirimu baik-baik disana, ingat dengan tujuan awalmu,” ibunya berpesan sebelum Wiwid meninggalkan rumah, sambil di peluknya anak semata wayangnya itu.

Ayahnya hanya bisa terdiam, tidak bisa berkata apa-apa dengan keputusan putrinya, setelah berpamitan kepada ibunya dan bibi-bibinya Wiwid pergi ke PT di hantar oleh sang ayah, naik bis umum.

Wiwid tidak hanya sendiri pergi keluar negri, teman satu kelasnya juga banyak yang mendaftarkan diri menjadi pahlawan devisa di Malaysia, tiga hari sebelum flight Wiwid bersama teman-temannya kumpul di PT, tempat yang menjadi perantara para pahlawan devisa.

Setelah sampai di PT, ayahnya Wiwid mencium dahinya tanda perpisahan kepada sang putri tercintanya itu, ketika anaknya mencium tangan kanan ayahnya, tiba-tiba air matanya jatuh dengan sendirinya.

Sebenarnya berat bagi Wiwid ketika akan meninggalkan kampung halamannya untuk sementara waktu, tapi apalah daya Wiwid hanya bisa tegar, sekuat mungkin didepan keluarganya.

Akhirnya Wiwid berpisah dengan sang ayah yang selalu menasihatiku setiap malam, mangajariku kalau ada pelajaran yang susah, tapi “aku harus kuat,” gumam dalam hati gadis kecil putri satu-satunya dari pasangan Andriyan dan Winda.

Yang ada dalam dirinya hanya ada rasa semangat, untuk masa depan dan demi orang tua kesayangannya itu.

****

Satu bulan setelah di Malaysia, Wiwid menelfon ibundanya,
“Halo, Assalamualaikum bu”

“Wa’alaikumsalam, gimana kabarnya nak,” dengan penuh semangat Winda menjawab telfon dari anak kesayangannya itu, walaupun setiap satu minggu sekali ditelfonnya beliau tidak pernah merasa bosan.

“Alhamdulillah baik bu, ibu gimana kabarnya”

“Alhamdulillah ibu sehat disini nak, udah betah berada disana, makannya gimana, kerjanya enak,” itulah pertanyaan sama yang sering di ucapkan oleh Winda.

“Udah lumayan bisa beradaptasi bu disini, makannya pasti nggak ada yang se-enak masakan ibu dong,” canda Wiwid kepada ibundanya mengurangi rasa khawatir yang ada di fikiran ibunya.

“Alhamdulillah, nak kata bapak dia kangen, tapi nggak kuat kalau ngmong langsung, takut sedih katanya”

Ayahnya Wiwid, masih merasa kehilangan anak kesayangannya itu, kalau bicara dengan putrinya pasti menangis, ayah mana yang tega membiarkan putrinya berjuang sendirian di negri orang, itu yang ada difikirannya.

“Oh, gitu ya bu, yaudah salam ya buat bapak, Wiwid juga kangen sama bapak, tapi bapak sehat kan bu,” suara Wiwid semakin lirih, sebenarnya tidak tertahankan juga long distance dengan orang tua.

“Alhamdulillah, bapak sehat juga kok nak, jaga diri baik-baik disana ya nak,” ibunya pun suaranya mulai serak, diiringi tangisannya.

“Ibu udah dulu ya, Wiwid mau nyuci baju,” Wiwid mengakhiri telefonnya karena sudah tidak tertahankan, kalau mendengar tangisan ibundanya.

“Iya nak, ibu sayang kamu, Assalamualaikum”

“Wa’alaikumsalam”

Tut… tut… tut…

Telefon berakhir, Wiwid pun melanjutkan tangisannya yang telah di tahan tadi ketika mengobrol dengan ibundanya.

****

Pagi itu, suasana kantin yang dipenuhi oleh para pekerja, riuh akan obrolan di pagi hari berkelompokan, ada yang fokus dengan sarapannya, dan ada juga yang fokus dengan kopi panas yang dihidangkan lewat mesin dengan menukarkan koin.

Aku yang sedang menikmati kopi panas bersama ketiga temanku yaitu Rina, Lusi, dan Indah yang membuat candaan di pagi hari, tiba-tiba candaannya berhenti.

Akupun heran dengan teman-temanku yang terdiam sambil senyum nggak jelas, mereka memberi kode menggunakan mata serta bibirnya, menyuruh melihat ke belakang.

“Apaan,” ucap Wiwid dengan wajah heran.

“Ituuu,” akhirnya Lusi membuka mulut.

Akupun melihat kebelakang.

Happy birthday,” ucap Rio sambil membawa kue ulang tahun berbentuk bulat yang bertuliskan, “Happy birthday to Wiwid Nurwidayati”.

Teman-teman pun menyanyikan lagu ulang tahunku genap 22 tahun, hingga suasana kantin menjadi ikutan riuh dan pekerja yang berada di kantin pun ikut menyanyikan yang sama.

Happy birthday to you… happy birthday to you… happy birthday… happy birthday… happy birthday… to you…,” dengan serentak.

Wiwid merasa terharu dengan rancangan sahabat-sahabatnya itu. Rio adalah senior di pabrik dimana Wiwid bekerja, selain itu dia juga adalah senior di universitas dimana keduanya sekolah di tempat yang sama.

****

Jam istirahat berbunyi, Wiwid melangkahkan kakinya pergi ke mushola pabrik untuk menenangkan dirinya, setiap dia butuh tempat yang sunyi hanya disitulah tempat dia untuk mengadu keluh kesah nya ketika mendapatkan masalah.

Seperti biasanya, namanya juga anak baru, ada aja yang dihadapinya, dari leader yang menginginkan untuk cepat bisa dalam proses kerjanya, begitu juga dengan senior yang berada di dalam line.

Terkadang di bentak karena pergerakan kerja lambat, telat masuk setelah rehat dan lain sebagainya, berbagai macam yang dihadapinya selama tiga bulan.

Selain mendapatkan senior serta leader yang killer, Wiwid juga memiliki senior yang baik hati yang selalu menasihati, memberikan motivasi dan lain-lain, dia adalah ka Indri, yang paling bisa menenangkan Wiwid ketika hati kecilnya terusik akibat senior killer.

“Wid kamu kenapa,” ucap ka Indri mendekati Wiwid yang sedang menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan.

“Nggak papa ka,” Wiwid mencoba mengeluarkan suara biasa.

“Udah nggak usah dipikirkan ucapan leader itu, dia biasa seperti itu dengan anak baru,” Indri mencoba menenangkan Wiwid.

“Kamu harus kuat wid, inget tujuan utama mu,” ujar Indri lagi.

“Iya ka,” Wiwid mengusap air matanya lalu keluar dari mushola bersama ka Indri.

“Udah ih, udah gede juga masih mewek bae, nggak malu sama badanmu,” Indri mencoba mengubah suasana.

Wiwid pun mulai tersenyum, walaupun matanya masih merah bekas air mata yang keluar tadi.

****

Hari sabtu telah tiba, Wiwid bersiap untuk pergi ke Universitas Indonesia di Malaysia daerah ibu kota negara jiran, yang jaraknya lumayan jauh yaitu sekitar satu jam lebih perjalanan menggunakan komuter tanah melayu, singkatan dari KTM berupa kereta api modern.

“Jom Wid,” pesan whatsapp dari Lusi.

“Oke, on the way turun nih,” balas Wiwid.

Sampainya di kampus, Wiwid dan Lusi disambut oleh beberapa senior di sana, ketika duduk ingin mengisi formulir tiba-tiba ada seorang laki-laki berbadan tinggi tegap menghampiri dan berdiri tepat di sebelah Wiwid.
“Hai, mau daftar yaa ambil jurusan apa,” ujar lelaki itu.

“Iya, mau ambil jurusan manajemen,” jawabku singkat.

“Kita kayaknya pernah ketemu deh”

“Masa,” ujarku secara singkat lagi, tanpa memandang wajah lelaki tersebut, dan terus melanjutkan mengisi formulir.

“Wiwid Nurwidayati, nama yang cantik,” ucapnya sambil membaca formulir yang di isi oleh Wiwid.

Wiwid pun langsung mengangkat kepalanya secara sepontan sambil membuat muka marah,serta mengangkat alisnya yang tipis itu ke arah pemuda yang berdiri di sebelahnya.

Setelah melihat wajahnya, Wiwid langsung terkejut, yang tadinya ingin marah mengubah ekspresinya menjadi sedikit senyum.

“Oh, ka Rio ya,” ucap Wiwid sambil terbata-bata. Lusi yang sudah tau hanya bisa diam setelah mendapatkan sinyal dari Rio.

“Hmmm,” ucap Rio secara singkat sambil tersenyum.

“Ka Rio juga kuliah disini, semester berapa dan jurusan apa,” ujarku dengan bertubi-tubi pertanyaan.

“Wiih, banyaknya soalan yang harus aku jawab,” Rio tersenyum kecil.

“Heee,” sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.

“Semester 3 jurusan management,” jawab Rio sambil mengambil kursi dan duduk di antara Wiwid dan Lusi.

“Oooh,” jawab Lusi dan Wiwid secara berbarengan.

Sebelum bertemu di kampus, Rio dan Wiwid pernah bertemu, ketika berada di pameran buku murah, keduanya berada di tempat yang sama karena menyukai penulis yang sama juga.
Banyak kesamaan dari keduanya, hingga saling sharing dan menjadi teman dekat selama Wiwid berada di perantauan.

****

Tidak terasa Wiwid berada di negri jiran selama empat tahun akhirnya apa yang dia inginkan tercapai, tinggal menunggu hasil pengumuman kelulusan setelah hasil jerih payah belajar 8 semester.

Selain menunggu kelulusan Wiwid juga mempersiapkan untuk pulang ke kampung halaman, setelah bertahun-tahun tidak pulang kampung halaman, akhirnya dapatlah hasil yang dicapainya.

Setelah bosan dengan deadline tugas yang harus dihadapinya selama tiga bulan per semester, belum lagi kerja selama 12 jam setiap harinya selama lima hari dalam satu minggu, tapi itulah resiko yang harus dihadapi. 

Walaupun kurang tidur,  dan mengantuk saat jam kerja tapi itu adalah hal biasa yang sudah di hadapinya selama empat tahun. 

Saat merasa kesusahan dan kebingungan masalah tugasnya, hanya Rio lah yang dapat membantunya.

****

Wiwid meniup lilin yang di pegang oleh Rio.

“Thanks guys, thank Rio,” ucap Wiwid di pagi itu.

“Cieee, Wiwid,” Lusi, Rina dan Indah berseru, karena surprise yang diberikan oleh Rio di hari ulang tahun sahabatnya Wiwid dengan sweet.

Wiwid pun tersenyum malu,
“Apaan sih kalian”

****
Ketika pulang dari tempat kerja, dimana hari itu adalah hari terakhir kerjanya selama empat tahun, setelah turun dari bis khusus pekerja tiba-tiba ada yang memanggilnya dari belakang.
“Wiwid Nurwidayati”

Akupun melihat kebelakang,

Di jalan penuh dengan pekerja lelaki, langit yang mulai gelap, karena matahari yang mulai terbenam, lampu dijalan pun mulai menyala.

Ketika melihat ke arah belakang, mereka membebeberkan spanduk di bawah lampu pinggir jalan, yang lebarnya kurang lebih tiga meter bertuliskan,
“Will you marry me”

Lalu melihat Rio membawa bunga berjalan mendekatiku, lalu berlutut sambil menunjukkan cincin dna berkata,
“Will you marry me Wiwid”

Aku terpana dan bingung untuk berbicara, para pekerja yang menonton kami berkata,
“Terima… terima…”

Dan akhirnya aku menganggukkan kepala serta menjawab, “Iya”

Semua orang yang menonton melempari kami dengan bunga yang telah disiapkan oleh Rio sebelumnya.

****

Sampailah Wiwid dirumah tercinta yang tadinya alas rumahnya masih memakai semen, sekarang sudah di ganti keramik, banyak perubahan di rumahnya hasil jerih payah Wiwid selama di negri jiran.

Akhirnya hari yang ditunggu tunggu, yaitu pemakaian toga di Jakarta Pusat, Wiwid membawa keluarganya untuk menyaksikan kelulusannya.

Seminggu setelah kelulusan Rio serta keluarganya datang kerumah untuk melamar Wiwid, setelah itu satu bulan kedepannya mereka berdua bersanding di bulan Febuari.

TAMAT



#tantanganFiksike6
#Chiklit







Sabtu, 23 Desember 2017

Penabuh Handal

Google.com


Malam itu adalah acara syukuran orang tua wina setelah haji di tanah suci makkah, saya bersama santri yang lainnya ikut serta dengan acara yang di adakan di rumahnya.

Lumayan besar juga acara yang dibuat oleh keluarga wina, di acara tersebut mereka mengundang grup marawis serta membagikan sedikit rizki kepada anak yatim.

Ketika acara di mulai, saatnya grup marawis menampilkan tampilan terbaiknya, aku dan santri lainnya berada di barisan sebelah kiri depan, dekat dengan panggung.

Grup marawis pun mulai beraksi dengan sholawatan nya, kami pun mengikuti alunan nada serta sholawat yang di lantunkan, ketika aku memandang ke depan, salah satu personil marawis ada yang berbeda dari yang lainnya.

Dia sangat menghayati dan tersenyum ketika menabuh marawisnya, dialah cowok berpeci putih. Dalam hati berkata,

“Kenapa yaa liat dia seperti ada rasa yang berbeda”

****

Liburan sekolah telah tiba, santri penghuni pesantren diperbolehkan untuk pulang ke rumah masing-masing, akupun langsung mengemas barang lalu menunggu bapak menjemputku untuk pulang.

Rasanya bahagia banget bisa menghirup udara segar di kampung halaman rumah kakek. Bisa berkumpul bersama keluarga dan teman-teman sebaya, walaupun tidak dengan orang tua tapi aku terbiasa hidup dengan kakek.

Adzan subuh berkumandang, aku bersiap untuk sholat subuh di masjid yang berada di ujung jalan, bersama dengan kakek.

Setelah selesai sholat berjamaah, tiba-tiba aku melihat sosok lelaki yang sama ketika menghadiri acara orang tuanya wina, yap dia adalah laki-laki berpeci putih,pagi itu dia memakai baju kokoh berwarna putih, sarung hijau.

“Mimpi apa aku semalam, nggak nyangka bisa bertemu dia disini, ternyata dia tinggal daerah sini juga toh,” gumam ku sambil berjalan pelan dan mengira-ngira siapa lelaki berbeci putih itu.

****

Aku menyiapkan motor untuk pergi kerumah bibi, sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh, hanya ingin menjajal naik motor setelah beberapa bulan tidak menaikinya.

Ketika masuk gang, tiba-tiba ada yang mengalihkan pandangan ku saat aku melihat ke kiri sambil menyetir motor, mataku terbeliak kaget, tapi sebisa mungkin aku buat ekspresi biasa saja,

“Oh ternyata rumahnya disini, satu gang dengan bibi,” gumamku, entah kenapa hati ini terasa berdebar-debar melihat dia duduk di depan rumah bersama kakaknya.

Keesokan harinya, awan hitam sudah menutupi awan putih di langit, jam pun sudah menunjukkan pukul lima lebih, aku duduk di depan rumah menjaga adik sepupu yang sedang bermain dengan teman-temannya.

Ketika aku sedang menyuapkan nasi ke dalam mulut adik sepupu yang berumur tiga tahun, aku merasa ada yang berjalan dari ujung jalan gang arah kanan, akupun menengok ke arahnya.

“Hah dia…. tumben apa dia jalan lewat rumah, nggak bisanya dia lewat sini, semenjak satu minggu aku berada disini, apakah ini petanda??? ,” gumamku dalam hati.

****

Semenjak aku merantau di malaysia, diapun merantau juga di luar jawa kononnya, kata teman sepantaran sebelah rumah.

Sebenarnya story ini sudah hampir lupa di fikiranku semenjak berada di negri jiran ini, tapi apalah daya, untuk memenuhi tugas akhirnya aku mengorek kembali masa silamku. 🙈😊

Tapi aku seneng bisa bernostalgia kembali ke masa lalu yang indah itu, cinta nggak harus memiliki kan, jadi biarlah rasa ini tersimpan rapi di dalam hati. 😍

#tantanganODOP4ke5
#cintapertama


Kamis, 21 Desember 2017

Aksi Bela Palestina


"Kami bangsa Indonesia.
Setia bersama Palestina.
Berjuang untuk merdeka.
Dari Israel durjana.
Palestina merdeka.
Palestina merdeka, Palestina, Allah Allah Akbar”


Itulah salah satu mars yang di nyanyikan para peserta aksi bela Palestina di dataran monas Jakarta Pusat, yang beredar di sosial media. 

Dari kalangan anak kecil sampai yang sudah berumur mereka serentak berkumpul bagaikan lautan manusia yang mengisi setiap sudut Monas. Demi membela Palestina tercinta, rela berdesak-desakkan, tapi mereka tak gentar walaupun akan merasakan panasnya matahari dan dinginnya hujan. 

Mereka terus menggema takbir agar Palestina terbebas dari zionis. Meski mendung sudah menampakkan dirinya. Namun hanya setetes demi setetes lembut air hujan yang menghunjam.

Bahkan, meski diam-diam sinar matahari menyinari dengan teriknya, takbir masih terus menggema. 

Banyak ormas-ormas Islam bersatu dalam Aksi Bela Palestina. Marilah bersatu demi memberi dukungan dan kekuatan untuk saudara kita, Palestina. 

#savepalestine
#bersatubelapalestine

Minggu, 17 Desember 2017

Berbagi Rizki

Suasana sekolah yang ramai ketika jam istirahat, ada beberapa siswa yang bermain futsal, ada juga yang memanjakan perutnya di kantin sekolah.

Hilman adalah seorang guru muda berumur dua puluh lima tahun, dia mengajar bahasa Indonesia di salah satu sekolah dasar majalengka, saat jam istirahat Hilman menunggu seorang siswi kelas satu yang di nantinya.

Tiba-tiba Ridwan datang mengejutkan Hilman ketika sedang merenung,
“Dooooor… mikirin siapa hayooo,” candanya.

“Weh weh weh, kau ni ganggu banget yaa emang,"

“Hayu lah ke warung, makan”

“Enggak enggak duluan aja sana, kamu ini kan ganggu bae”

Saat Hilman masih duduk di kursinya, terpandang gadis kecil nan cantik. Yaitu Annisa siswi kelas satu yang telah ditunggu olehnya ,
“Kok pak Hilmi ngomong kau, katanya nggak boleh bilang kau, orang dewasa selalu seperti itu,” gumam anisa agak mengomel.

Hilmi dan ridwan mendengar guman siswi nya, lalu mereka diam kaku,
“Assalamualaikum nisa,” ucap hilmi membuka suasana.

“Wa’alaikumsalam, ada apa ya pak ilmi,” ujar nisa dengan lidah pelonya.

Hilmi mengode ridwan untuk meninggalkan mereka berdua di ruang guru. Ridwan pun mengerti dengan isyarat yang diberikan hilmi, diapun langsung berjalan keluar menuju bibir ruang guru.

“Nisa, bapak ada rezeki sedikit, nanti kasihkan ke ibu ya”

“Bukannya Nisa nggak mau nerima pak, ibu tidak mengizinkan uang dari pak ilmi yang nenberikannya setiap hari”

“Kok gitu nisa, udah nggak apa-apa nisa ambil dulu uangnya, salam buat ibu”

Nisa adalah salah satu anak yatim di sekolah dasar majalengka tempat hilmi mengajar. Hilmi setiap baru mendapatkan uang hasil dari mengajarnya, dia selalu membagikannya ke anak yatim termasuk nisa.

Prinsip hilmi adalah setiap uang yang didapat bukan seutuhnya milik beliau, karena setiap rizki yang di dapat adalah sebagiannya milik dari anak yatim.

Jumat, 15 Desember 2017

Dendam Zikri

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcT7bvI8KsSrYgdUKUlcP2JI5hWh-LK2DNNmxYLtLaTpDX9NUTBcxDDKiA


“Hai bro,” zikri memanggil dua preman dikampungnya.

“Ada apa bocah, manggil-manggil kite,” jawab salah satu preman menggunakan logat betawi.

“Ada kerjaan nih, mau nggak loe loe pade, bayarannya lumayan lah bisa buat makan sebulan, daripada tiap mau makan nyolong bebek warga,” ujar zikri mencoba merayu kedua pereman itu.

Jono dan dul yang memiliki wajah yang garang menggunakan celana levis biru terang, dan berlubang bagian lutut, baju longgar berwarna hitam bergambar band slank, lengan sampai atas bahu, kedua preman itu mengernyutkan dahi lalu berjalan mendekati zikri, setelah mencium aroma uang yang akan datang kepada jono dan dul.

“Kerjaan apa tuh bos,” Jono mendekatkan badannya hingga menempel lengan zikri.

“Jam empat sore selepas ashar ada dua orang lelaki yang akan bertemu di taman deket danau, nanti kalian bawa salah satu dari mereka yang berbadan tinggi berkulit putih lalu bawa ke pabrik tua di deket kuburan kampung sebelah, bisa kan bro,” ucap zikri sambil menepuk kedua bahu preman yang akan disuruh untuk menculik Indra.

“Oke bos,” ucap kedua preman secara berbarengan.

****

Indra baru tersadar, jam telah menunjukkan jam empat lebih sepuluh menit, setelah melakukan kegiatan rutinnya yaitu membaca al quran selepas sholat, indra benar-benar hampir terlupa dengan janji temu dengan sahabatnya muflih.

Indra langsung mengambil motor matic berwarna hitam miliknya lalu memecut motornya itu dengan kelajuan tinggi supaya sampai ke tempat temu janjinya dengan cepat.

Sampainya di taman, indra langsung menuju tempat duduk dekat dengan jembatan paling ujung, tempat yang sudah dijadikan markas untuk kedua sahabat itu.

Indra melajukan langkahnya dan mencari sahabatnya yang telah menunggunya beberapa menit yang lalu, setelah sampai markasnya indra memanggil manggil nama sahabatnya itu,

“Muflih… muflih…muf…,”tidak habis indra memanggil sahabatnya itu, tiba-tiba panggilannya terhenti setelah melihat ada sandal jepit berwarna hijau sebelah kiri yang biasa sahabatnya pakai, indra langsung mengambil gawainya lalu mencari kontak muflih,

“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, silahkan tinggalkan pesan suara, tuut…tuut,” indra mencoba menghubunginya beberapa kali, tapi tidak ada hasil, masih suara yang sama di dengarnya yaitu operator.

Indra kebingungan sedikit berjalan ke kanan kiri, tangan kananynya memegang kepala yang mrnunduk kebawah sambil berfikir, tiba-tiba terlihat kertas putih yang terlihat ada tulisan merah di dalamnya, tidak lama kemudian indra langsung mengambil kertas putih itu, yang bertuliskan,

“Kalau kamu masih ingin bertemu dengan sahabatmu, datanglah ke pabrik tua, kampung Dermawan”

****

“Bodoh!!!!, kenapa dia yang dibawa kesini, gue kan udah bilang culik lelaki yang berbadan tegap, tinggi dan putih,” zikri memarahi kedua preman itu, hampir urat nadinya terputus karena muflih adalah salah satu teman terbaik nya ketika kuliah dua tahun yang lalu.

Saat kuliah zikri dan muflih di pilih sebagai kerohanian, yang selalu berada di masjid dan mengajak teman-temannya untuk berbuat kebaikan, mereka termasuk pemuda yang terkenal kesholehannya.

Zikri diam-diam Berteman dengan muflih hanya ingin mencari tahu tentang indra sahabatnya, yang kononnya telah membunuh adik satu-satunya syaiful, yang telah meninggal sekitar lima tahun yang lalu, zikri telah berjanji terhadap almarhum untuk balas dendam untuknya.

“Maaf bos gue lupa ciri-ciri yang bos kata tadi, kite berdua ngeliat lelaki itu, terus lah kite bawa mari,” kedua preman sambil menjawab dengan lenyeh-lenyeh seperti tidak punya salah.

“Arrrghh, sudahlah nanti kalian berdua amankan orang ini, kerja kayak gini aja nggak becus,” ujar zikri memarahi kedua preman sambil membengkokan tangannya memegang pinggang.

****

Setelah membaca kertas putih itu, indra langsung berlari untuk mengambil motornya dan menarik gas full dengan kelajuan yang sangat tinggi.

Setelah sampai di pabrik tua, indra langsung mencari pintu masuk, baru beberapa langkah tiba-tiba langkahnya terhenti, karena ada yang berjalan didekatnya,

“Aissssh, tikus,” sambil memegang dadanya dan menarik nafas, lalu berjalan lagi tiba-tiba ada yang berjalan ke arahnya.

“Zikri,” indra terkejut keberadaan zikri di pabrik itu, indra, zikri dan muflih sekolah di universitas yang sama, indra mengenal zikri lewat muflih sahabatnya.

“Indra, jangan masuk plis di dalam sangat berbahaya,” ujar zikri sambil memegang kedua bahu indra dari depan mencoba menahannya.

Indra tidak memperdulikannya sedikit pun perkataan zikri, karena sudah khawatir dengan keadaan muflih sahabatnya.

“Muflih… muflih…”

“Ndra, kamu nggak usah kesini disini sangat berbahaya,” ucap muflih.

Indra mencari sumber suara itu sambil matanya melihat ke arah atas, lalu tertangkap lah pandangan yang dituju nya,

“Muflih…,” sambil terbata-bata karena muflih penuh dengan luka.

“Aku oke,” ujar muflih.

Indra langsung menuju atas menghampiri sahabatnya, walaupun muflih banyak luka tapi dia mencoba tegar didepan indra, seperti tidak terjadi apa-apa.

Ketika indra berlari ke arah sahabatnya, muflih pun menghampirinya berjalan semampunya. Muflih melihat zikri membawa pisau berjalan ke arah indra, tapi muflih memutar posisi ketika berpelukkan dengan indra, dengan mata yang penuh dengan air mata zikri menusuk dengan penuh amarah hingga pandangannya tidak terlalu jelas berjalan menuju kedua sahabat itu, dan akhirnya,

“Dusssssh…,” tertusuk lah pisau itu mengena muflih.

Zikri pun menyadari kalau tusukannya mengenai muflih, bukan indra yang menjadi target hari itu, zikri pun berteriak dengan semaunya,

“Aararrrrrggghhh”

Indra tidak mengetahui tusukan di bagian punggung muflih, sambil memeluknya indra berkata,

“Kau oke kan”

“Aku oke,” muflih mencoba menjawab sahabatnya itu, lama-lama suara itu menghilangkan dan badannya melemah,dan indra pun tersadar yang di punggungnya terasa basah, ketika dilihatnya cair an berwarna merah penuh di bajunya.

“Muflih… muflih, jawab aku plis,” sambil menggerakkan badan muflih.

“Hei pembunuh,” ujar zikri kepada indra.

“Kau masih ingat dengan syaiful teman kamu saat SMA kan,” ujarnya lagi.

“Iya aku ingat,” dengan suara tegas.

“Dia adalah adikku, kau pembunuh adikku, seharusnya yang tertusuk tadi adalah kau… bukan muflih, aku telah berjanji dengan syaiful untuk membalas dendam untuknya,” zikri mencoba menjelaskan.

“Aku tidak membunuh nya,” ucap indra dengan suara lantang.

Mata zikri penuh dengan air mata, tiba-tiba melihat bayangan adiknya syaiful,
“Syaiful, apakah benar itu kau,” zikri mengecilkan matanya.

“Ya ini aku adikmu syaiful,” ujar bayangan yang memakai baju putih.

“Jangan tinggalkan aku lagi,” dengan nada lirih sambil menangis.

“Maaf aku belum bisa membalas dendam mu, nyawa harus diganti dengan nyawa,” ujar zikri lagi.

“Sebenarnya, aku bukan mati karena terbunuh bang, saat itu aku memang sakit, hari itu pergi ke rumah sakit untuk cek penyakit, ternyata kata dokter aku terkena kanker otak stadium akhir, tapi aku menyimpan nya seorang diri, karena aku tidak ingin kalian menghawatirkanku, kejadian hari itu memang aku menggores tangan di bagian nadi dengan pisau, tapi itu adalah murni aku yang melakukannya sendiri, aku sudah menulis surat untuk abang, ayah dan ibu satu hari sebelum kejadian, aku menyimpannya di lemari paling atas bawah baju-bajuku,” ujar bayangan adik kesayangan zikri.

“Syaifuuuuuuul….,” bayangan adiknya itu semakin pudar hingga menghilang, zikri melanjutkan tangisannya.

Zikri merasa bersalah apa yang selama ini perbuat,
“Aararrrrrggghhh”

Setelah sadar atas perbuatannya, zikri melihat sekitar ternyata sudah tidak ada satupun yang berasa disitu, zikri langsung keluar dari pabrik tua itu.

Indra terlihat kebingungan sambil memapah sahabatnya, karena dia hanya memakai motor, zikri pun mendekatinya dan memberikan kunci mobil miliknya, indra yang terlihat ragu dengan tingkah zikri yang tiba-tiba baik itu mau tidak mau harus menerima tawaran zikri karena suasana sudah genting, darah dari badan muflih pun terus mengalir.

Indra pun memberikan kunci motor nya, lalu mentancap gas mobil supaya nyawa muflih bisa tertolong, zikri pun langsung balik kerumahnya ingin membaca surat yang di tulis adik kesayangannya itu.

Dua hari kemudian, akhirnya muflih tersadar dari koma nya, dokter terus mennghubungi indra, karena saat indra membawa sahabatnya itu dialah yang bertanggung jawab atas muflih sahabatnya.

Indra yang mendapatkan kabar baik itu langsung menuju rumah sakit menggunakan motor kesayangannya, siang hari yang cerah di iringi rintikan hujan tiba-tiba indra melihat pelangi yang sangat indah, saat berhenti di lampu merah.

“Sadar juga kau,” ujar indra kepada muflih.

“Alah kau ini, nggak kangen sama aku tah,” canda muflih, tiba-tiba tawanya pecah di kamar rumah sakit yang di dalamnya hanya ada mereka berdua.

#tantangan odop 
#limakatakunci 

Rabu, 13 Desember 2017

Sajadah Kecil


Ku bentangkan sajadah mungil kesayanganku Berwarna pink comel bergambar ka’bah
Setelah air wudhu membasahi wajahku
Aku merasa lebih tenang, semua lelah dan masalah yang aku hadapi hari ini mulai berkurang

Disaat aku mengadu keluh dan kesah kepada Allah subhanallahu wata’ala, yang telah aku hadapi seharian, hanya sajadalah yang menjadi saksi bisu dibalik masalahku

Aku bersujud dan bermunajad hanya kepadamu yaa raab, lewat sajadah ini yang telah menjadi saksi ketika aku jatuh tersungkur hingga meraung meratapi hidupku.

Tapi aku yakin, innallaha ma'ana
Allah tidak akan memberi cobaan terhadap hambanya melebihi kemampuannya.

Senin, 11 Desember 2017

Lalai




Alarm teleponku berdering, “aaah, rasanya malas bangun hari ini,” aku mematikan alarm hape lalu mengatur ulang alarm untuk menambahkan waktu enam menit. 

Hapeku berbunyi semula, sambil mematikan alarm di telepon aku berseru, "oke oke aku bangun". Setelah kerja selama enam hari full, disaat hari libur disuruh kerja rasanya malas untuk beranjak dari kasur tapi apalah daya, demi rupiah dan tanggungan yang harus dipenuhi. 

Tidak lama kemudian setelah alarm berbunyi, aku langsung bangun dari tempat tidurku lalu mengambil handuk menuju kamar mandi. Jam menunjukkan setengah enam, aku langsung menuju tempat makan untuk sarapan pagi yang telah di siapkan dari malam, dengan lauk sayur brokoli campur fish cake buatan sendiri

Tidak lama kemudian adzan berkumandang menandakan subuh telah tiba, aku mempercepat gerakan sebisa mungkin untuk menyelesaikan breakfast, lalu sholat sebelum on the way ke tempat kerja.

Selesainya makan dan sholat, aku langsung bersiap untuk turun kebawah rumah, karena tinggal di rumah bertingkat lima, tapi aku duduk di lantai dua, menunggu bis khusus pekerja yang telah disediakan oleh pabrik.

Jam menunjukkan pukul enam lewat lima menit, aku mempercepat langkahku, dan ternyata bis yang setiap harinya aku naiki sudah berada di depan, yang tidak lama kemudian melaju dengan cepat, aku melambaikan tangan dan berlari.

Uncle tunggu,” ku ambil hapeku dan mencari kontak temanku yang sudah berada di dalam bis itu.

“Halo, ka aku dibelakang bis, belum naik lagi,” ujarku sambil berlari.

“Iya halo, uncle ada lagi yang tertinggal dia di belakang,” ka dina mencoba memberitau supir bis itu.

Tapi semuanya sia-sia, dengan nada kecewa ka dina pun berkata lagi,
“Sudahlah dek kamu naik grab aja, uncle nya nggak mau berhenti, nggak apa apa yaa kamu naik grab aja,”

Ka dina mengulang perkataannya, menyuruhku naik grab, dalam hati berkata,
“Aisssh, semudah itukah menyuruhku naik grab, atau lebih baik aku nggak usah kerja aja hari ini, ke tempat kerja pun harus mengeluarkan uang lebih untuk transport,”

Telepon tadi masih belum berakhir, ka dina pun masih mengoceh menyuruhku naik grab, lalu aku mengakhiri teleponnya dengan nada kesal,
“Oke oke, nanti aku naik grab aja ke tempat kerja”

“Tuuut.. Tuuut,” menandakan pengakhiran telepon kami berdua.

Kesempatan itu tidak datang dua kali, dan tinggal lah penyesalan yang datang selalu di akhir cerita.

Di dalam kepalaku terus bersoudzon terhadap ka dina, yang terdengar tidak ada usaha untuk membelaku menyuruh supir bis untuk berhenti dan kenapa dia tidak ingat kalau aku juga kerja di hari itu.

Tiba-tiba ada fikiran, “coba aja kalau aku bangun lebih awal lagi, aisssh,”

Setelah bergulat dengan fikiranku sendiri, aku mengambil gawai dan mencari aplikasi grab, lumayan lama mencari pengemudi di pagi buta, tapi aku tidak menyerah, sampai ketiga kali akhirnya dapat juga pengemudi mobil myvi, merk mobil negri jiran yang terkenal dan banyak peminat mobil tersebut di negri ini.

Ketika mobil sewa datang aku masuk dan mengucapkan salam
Assalamualaikum,” ucapku.

Wa’alaikumsalam, adek tau jalannya lewat mana ya,”

“Emmm,” belum sempat saya menjawab driver sudah memotong.

“Tak apelah saya pakai aplikasi waze jer,” ucap nya menggunakan logat melayu.

“Emmm, oke,” jawabku

“Pagi ni ada kerja ker?,” tanya nya sambil memutar setir yang berbentuk bulat itu.

“Iya, ada overtime,”

“Biasa pergi kerja naik apa?”

“Naik bas bang, tadi saya tertinggal kat belakang, padahal saya dah lari”

“Ooh ye ker, pastu dah sholat subuh belum?”

“Alhamdulillah dah sholat dah

“Okelah tu kalau dah sholat subuh”

“Aah, itulah biarlah terlambat janji dah sholat subuh kat rumah, kan,”

Yelah betul, tak pe pagi ni rejeki untuk abang sebab kamu terlambat”

Aku tergelak kecil mendengar driver bersyukur mendapatkan penumpang di pagi buta, akupun merasa bersyukur juga pagi-pagi berbagi rezeki, jadi apapun yang terjadi pasti ada hikmah terselubung di balik setiap kejadian.

Akhirnya sampai juga di pabrik tercinta yang telah membuatku bertahan di negri jiran ini menjadi pahlawan devisa sekaligus pelajar.

Rasanya malas untuk masuk, dalam hati berkata “Pasti nanti banyak yang nanyain kenapa terlambat dan sebagainya, ah hanya perasaan aku saja, tapi kenapa mereka tidak ingat kalau pagi itu aku juga kerja,” terulang kembali fikiranku yang masih kecewa terhadap teman-temannya.

Karena sudah berada di kilang, akupun masuk menukar pakaianku dengan uniform yang telah disediakan di loker, lalu berjalan menuju tempat kerjaku. Jam menunjukkan pukul enam lebih lima puluh menit, masih ada sepuluh menit lagi untuk bersantai, aku duduk di kursi tempat duduk yang disediakan untuk IT, karena masih pagi jadi siapapun boleh mendudukinya, karena jam kerja mereka dimulai pukul delapan.

Aku membuka gawai melihat status pagi di laman facebook, tiba-tiba ka dina menghampiri ku,
“Ayu maaf yaa tadi nggak bisa bantu, padahal kami sudah merayu driver untuk berhenti, padahal waktu aku bilang sama dia bisnya masih di depan belum jauh lagi, tapi kata dia nggak apa apa nanti juga ada van,” ujarnya mencoba menjelaskan.

“Udahlah nggak apa-apa kok ka, mau gimana lagi, padahal aku udah di belakang bis banget loh, huffft,” ujarku yang masih ada rasa marah.

Hal yang telah terjadi buat apa disesali lagi, toh waktu tidak bisa berputar kembali. Bel berbunyi menandakan jam tujuh dan waktunya untuk membuat produk dan target yang harus dipenuhi.


#tantanganODOP

#temaseharihari


6 Langkah Buat Kamu Yang Susah Tidur Di Malam Hari

Tidur malam adalah kebutuhan bagi badan untuk merehatkan seluruh organ tubuhnya setelah beraktivitas selama seharian penuh. Kebanyakan ...